Miris! Gelombang PHK Hantam Ibu Hamil, Kok Bisa?

Pada tanggal 25 Oktober 2024, sebuah laporan mengejutkan dari Inggris mengungkapkan bahwa sekitar 74.000 wanita setiap tahunnya kehilangan pekerjaan mereka karena kehamilan atau pengambilan cuti melahirkan. Data ini, yang dikutip dari Independent, menyoroti masalah diskriminasi yang terus berlanjut di tempat kerja.
Survei terbaru menunjukkan bahwa hampir setengah (49,5%) dari ibu hamil yang sedang cuti melahirkan atau telah kembali bekerja mengalami pengalaman negatif di tempat kerja. Pengalaman ini mencakup berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan tidak adil.
Organisasi seperti Pregnant Then Screwed dan Women In Data mendesak perusahaan untuk mengambil tindakan proaktif. Mereka menyerukan peningkatan tawaran cuti ayah, penciptaan lingkungan kerja yang ramah keluarga, dan penyediaan opsi pekerjaan fleksibel bagi ibu setelah melahirkan. Langkah-langkah ini dianggap penting untuk mengurangi beban yang tidak proporsional yang ditanggung oleh ibu.
Joeli Brearley, pendiri Pregnant Then Screwed, menyatakan kekhawatirannya bahwa angka ibu hamil yang kehilangan pekerjaan terus meningkat. Ia menekankan perlunya tindakan segera untuk mengatasi masalah ini.
Di Indonesia, hak cuti melahirkan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). UU ini memberikan perlindungan hukum bagi ibu bekerja yang melahirkan, dengan hak cuti minimal 3 bulan pertama dan maksimal 3 bulan berikutnya jika ada kondisi khusus. UU ini juga melindungi ibu dari pemutusan hubungan kerja (PHK) selama masa cuti melahirkan.
Survei juga mengungkapkan bahwa lebih dari sepertiga (35,9%) wanita merasa dipinggirkan atau diturunkan jabatannya selama kehamilan, cuti melahirkan, atau setelah kembali bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa diskriminasi tidak hanya terjadi saat cuti, tetapi juga sebelum dan sesudahnya.
Taisiya Merkulova dari Women In Data menekankan pentingnya menutup kesenjangan gender dan menghilangkan tantangan yang dihadapi wanita dalam mencapai kesetaraan kesempatan di tempat kerja. Ia juga menyoroti beban tambahan yang seringkali ditanggung oleh ibu dalam bentuk pekerjaan tambahan yang tidak dibayar sebagai pengasuh dan di rumah.
UU KIA di Indonesia juga mengatur cuti bagi suami untuk mendampingi istri saat persalinan, yaitu selama 2 hari dan dapat diperpanjang hingga 3 hari berikutnya sesuai kesepakatan. Hal ini menunjukkan pengakuan akan pentingnya peran ayah dalam mendukung ibu dan keluarga.
Penyebab ibu hamil kehilangan pekerjaan bervariasi, mulai dari diskriminasi langsung hingga kebijakan perusahaan yang tidak ramah keluarga dan masalah ekonomi. Survei juga menemukan bahwa sebagian kecil (2%) wanita yang mengalami diskriminasi akhirnya mengajukan klaim ke pengadilan.
Secara keseluruhan, fenomena ibu hamil kehilangan pekerjaan merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan dari semua pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Perlindungan hukum dan kebijakan yang mendukung ibu dan keluarga sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan inklusif.
✦ Tanya AI